Dua Puluh Lima Tahun

Claudia Angelina
5 min readJun 2, 2021

--

Belakangan ini, di sosial media, muncul tuh, kalo kamu udah dua puluh lima tahun kamu seenggaknya harus punya apa aja, katanya harus punya seratus juta, cicilan rumah sisa 20%, gaji minimal 8 juta, dan selanjutnya.

source : google images

Awalnya saya biasa aja, sama seperti postingan-postingan lain yang ga terlalu menarik minat, saya cuekin aja. Eh tapi makin lama, makin hari, bersliweran aja ini gambar dimana-mana, makin banyak juga influencer yang ngebahas ini. Terus, saya jadi flashback ke beberapa tahun lalu (sengaja biar ga ketebak saya umur berapa hahaha). Waktu saya usia dua puluh lima tahun, saya ngapain yaa, udah punya apa aja yaa..

Waktu saya usia dua puluh lima, saya resign dari pekerjaan saya di sebuah Bank di kota Medan, kemudian saya kuliah pascasarjana di sebuah sekolah tinggi teologi di Karawaci, Tangerang. Saya tinggalin kerjaan, dengan gaji yang lumayan lah waktu itu, saya tinggalin karir, tinggalin keluarga saya, untuk kuliah lagi. Boro-boro punya uang 100 juta di tabungan, cicilan rumah 20% beres (ngakak), dan kendaraan pribadi. Saya harus adaptasi dengan lingkungan baru, hidup ngekost pertama kalinya, misah dari keluarga, masuk ke bidang studi yang saya buta sama sekali waktu itu, dan ga lama setelah itu, Papa saya masuk Rumah Sakit. Jadi usia dua puluh lima saya, warna-warni, seru, petualangan yang mengasyikkan juga. Ga lama setelah itu, beberapa bulan setelah Papa saya masuk Rumah Sakit, Papa meninggal dunia disaat itu hati saya hancur, karena ga siap ditinggal oleh orang tua.

Saya ga pernah nyesel sih sudah meninggalkan pekerjaan pada waktu itu untuk kemudian kuliah lagi, dan ambil komitmen melayani Tuhan sepenuh waktu sampai sekarang. Cuman sedih pas Papa meninggal saya ga bisa disamping beliau, karena kuliah.

Oke, kita balik ke bahasan utama, apakah sekarang saya udah punya 100 juta? ga juga, atau cicilan rumah tinggal 20%? gaaa juga hahahaha..
Tapi, selama saya resign itu sampai hari ini, beberapa tahun kemudian ini, saya ga pernah kekurangan, Tuhan mencukupkan semua yang diperlukan, dibutuhkan, bahkan hal-hal sepele pun Tuhan berikan. Terus gimana harus menyikapi berita-berita yang seakan2 membuat sebuah standar ideal pada usia tertentu pada manusia? Saya berbagi tips yaa..

Pertama, semua orang punya timezone-nya masing-masing. Ini yang perlu kita tahu, bahwa ga semua orang harus ada di time-zone yang sama, ga ada kewajiban/hukum yang mengatur hal-hal tersebut. Maksudnya gini, ada orang yang usia 25 udah menikah udah punya anak, ada yang di usia 25 baru bisa kuliah dengan hasil tabungan jerih lelah dia selama ini, ada yang di usia 25 baru saja meninggalkan pekerjaan dan memulai usaha serta menghabiskan simpanan untuk memulai usaha itu, ada juga yang di usia 25 baru saja mendapatkan pekerjaan pertamanya, ada yang di usia 25 masih bingung dan galau tentang tujuan, ada juga yang kayak saya punya kerjaan oke tapi ditinggalin karena pengen kuliah lagi.

source : google images

Kalo kita liat ilustrasi diatas ini, lihat bagaimana para pesohor, di usia berapa mereka menemukan titik yang membuat mereka terkenal seperti sekarang? Ga ada kesamaan disana, setiap orang punya waktunya masing-masing.

Ada sebuah ayat di Alkitab yang saya sukai, begini bunyinya “Pengkhotbah 3:1 Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.” Allah membuat segala sesuatu, INDAH pada waktuNya, indah itu tepat-pas, ga kecepetan dan ga terlambat, TEPAT.

Maksud saya, setiap orang punya “jendela waktu”nya masing-masing, kalo kita memberikan patokan ideal harusnya seperti apa, maka hanya beberapa orang saja yang masuk dalam kategori berhasil. Karena, tidak semua orang memiliki keistimewaan di usia 25 memiliki tabungan berjumlah banyak, bisa cicil rumah pula, bergaji besar dan punya kendaraan pribadi. Gimana dengan mereka yang harus bekerja banting tulang dan lemak untuk keluarganya, gimana dengan mereka yang harus merelakan waktu bersekolah dan kuliahnya demi membiayai adik-adiknya, ada juga yang kendaraannya tiap ari ganti-ganti walau warnanya sama sopirnya pun berbeda pula (baca : naik angkutan umum) apakah mereka lantas dikatakan orang yang gagal dalam hidup?

Yuk, kita jalani hidup dengan terbaik, usahakanlah untuk mengenal kata cukup dalam hidup untuk mengerti kata bersyukur. Ketika kita mengenal kata cukup, kita pun mampu mengubah hal yang membosankan menjadi berkesan. Ketika kita mengenal kata cukup, kita mampu mengubah mindset yang insecure jadi bersyukur. Cukup bukan berarti kita cepat puas dan pasrah, tetapi rasa cukup membantu kita untuk memahami, kita diberkati karena Tuhan sayang sama kita.

Kedua, stop banding-banding. “duh dia sih enak yaa, orang kaya mau sekolah dimana aja tinggal pilih” atau “dia cantik sih ya anak tunggal lagi, warisannya pasti banyak” blablablabla.

google images

Media social itu adalah suatu dunia yang sangat luas, menyajikan segala informasi dengan berbagai sudut pandang, mulai dari fakta sampai hoax, gaya hidup sampe biaya hidup, hidup berjuang sampe hidup foya-foya glamor. Bagi orang-orang dewasa pemikiran, media sosial ga ada ubahnya sebagai suatu platform bagi semua orang mengekspresikan diri dan tidak akan terpengaruh dengan apa yang tersaji disana. Tetapi, bagi mereka yang masi labil (ini ga ngomongin usia), media sosial yang cocok disebut dunia tipu-tipu itu, bisa menjadi suatu senjata yang merusak jati diri dan identitas. Malah, jadi ajang untuk membandingkan diri mengapa saya ga seperti dia, mengapa saya ga secantik dia atau seberuntung dia.

Membandingkan diri dengan orang lain, menumbuhkan rasa iri hati dan dengki. Seneng liat orang susah, susah liat orang seneng. Bikin jelek hatinya, karena bawaannya pengen julidin orang sama ngomongin jahat tentang orang lain melulu.

Hidup ini bukanlah kompetisi sehingga harus ada pemenang dalam kehidupan. Hidup ini pun bukan destinasi semata, melainkan sebuah perjalanan, perjalanan yang ditempuh setiap hari. Nikmati saja setiap momen, ketika gagal bangkitlah lagi. Ketika tertolak, cobalah lagi. Ketika kalah, berjuanglah lagi.

Kepuasan hidup terletak pada kalimat cukup, ketidakpuasan hidup terletak pada kata kurang. Ironis jika kebahagiaan hanya ada di ujung jalan, nikmati perjalanannya, karena disitu pula banyak kebahagiaan yang tidak banyak orang lihat. Rencana itu bagus, tetapi jika tidak menjadi realita janganlah dianggap sebagai bencana. Sedikit keinginan dan rasa syukur yang melimpah adalah cara menikmati hari-hari, tetapi jika dipercayakan materi berlimpah, pastikan kamu cukup bijaksana.

Jadi, buat kamu yang baca ini, entah usia berapapun kamu, ga usah terpaku dengan standar atau keidealan yang ditentukan orang-orang, hidupi hidup dengan penuh syukur, berjalanlah bersama dengan TUHAN setiap hari, memahami segala sesuatu ada waktu dan masanya serta hidup tanpa iri hati, akan menolong untuk bisa bener-bener nikmati hidup ini, dan menjalani hidup dengan terbaik.

Ketika kita berusaha menyenangkan semua orang, kita ga akan pernah mampu, karena akan selalu ada orang yang merasa dikecewakan. Usahakanlah untuk hidup menyenangkan Tuhan saja, hanya DIAlah yang layak atas seluruh kehidupanmu.

Hidup bukan soal mengumpulkan, tetapi juga membagikan. Bukan hanya berlari, tetapi juga berhenti untuk evaluasi. Makna lebih penting dari angka, berguna lebih penting dari berbangga.

--

--

Claudia Angelina

Penyuka kopi yang suka nulis tentang relationship dan kehidupan 💕