Tegar atau Ambyar

Claudia Angelina
5 min readMar 14, 2023

--

source : google images

Rasanya masih segar dalam ingatan menjelang akhir tahun 2019, berita tentang seorang Pendeta yang usianya muda, seorang pemimpin dari gereja besar (mega-church), di California, Amerika Serikat bunuh diri. Sebelum ia meninggal ia melayani sebagai pendeta di Gereja Harvest Christian Fellowship dengan 15.000 orang anggota jemaat. Peristiwa meninggalnya Ps. Jarrid Wilson ini cukup mengejutkan, karena beliau bersama istrinya July, mendirikan sebuah lembaga Anthem of Hope yang merupkan sebuah program untuk menolong dan membantu orang-orang yang depresi. Tapi ternyata Ps. Jarrid Wilson sendiri mengalami tekanan mental. Memang ini merupakan hal yang cukup ironis, dimana seorang Pendeta pendiri program untuk menolong dan membantu mereka yang depresi, tetapi justru ia sendiri meninggal bunuh diri karena depresi dan tekanan mental.

source : google images

Banyak orang bertanya-tanya bagaimana mungkin seorang pendeta bisa bunuh diri, bagaimana mungkin seorang pendeta bisa depresi dan pertanyaan lain yang kurang lebih mirip.

Padahal, stres, depresi, atau burnout bisa terjadi pada siapa saja, bahkan anak-anak sekalipun. Sederhana, karena manusia terbatas.

Depresi bisa terjadi pada siapa saja. Beberapa tokoh ternama dalam Alkitab pernah mengalami keputusasaan. Elia ingin cepat-cepat mati (1 Raja-raja 19:4). Yeremia mengutuki kelahirannya (Yeremia 20:14–15). Paulus terbebani dengan pelayanannya yang begitu keras sehingga dia kehilangan harapan (2 Korintus 1:8). Ayub juga mengalami pengalaman psikologis, yang dalam waktu singkat sekaligus kehilangan semua anaknya, harta bendanya dan kesehatannya. Bahkan ditengah penderitaan yag luar biasa itu secara psikologis ia diabaikan oleh istrinya, ditnggalkan dan dihina oleh semua orang dan disalahpahami oleh sahabat-sahabatnya sendiri.

Alkitab tidak dihuni oleh tokoh-tokoh hebat. Bahkan mereka yang sering dipakai Allah untuk mengadakan mukjizat juga tidak kebal terhadap tekanan. Alkitab sesungguhnya diisi oleh manusia-manusia lemah yang dihiasi kemurahan dan kekuatan Allah. Sangat konyol dan sombong jikalau seseorang berani menghakimi sesama orang percaya yang bergumul dengan depresi. Mereka yang mengalami putus asa, penderitaan, depresi hebat sampai mau mati rasanya seperti Elia dan juga pengalaman diabaikan seperti Ayub, atau dikhianati dan ditinggalkan seperti Tuhan Yesus.

Setiap pengalaman psikologis para tokoh, Elia, Ayub, Paulus pada akhirnya diperlengkapi dan berkembang melalui pengalaman yang dialaminya. Sejak peristiwa dan pengalaman itu, Allah tidak lagi menjadi sebuah konsep abstrak, tetapi melainkan pribadi yang HADIR dalam setiap pengalaman hidup mereka, bahkan pada saat mereka menderita.

Dari sini kita belajar, depresi/stress dapat menimpa siapa saja, dan bagaimana kita harus bersikap supaya ga makin ambyar ketika sedang tertekan?

Pertama, Tetap Berharap. Manusia selalu ingin mengendalikan sesuatu, selalu ingin mengontrol sesuatu, itulah yang menjadi awal dari kejatuhan manusia dalam dosa, karena manusia ingin mengendalikan. Tanpa diajari seorang anak pun sudah mengerti bagaimana mengendalikan apa yang ia inginkan bukan? Karena manusia ingin mengendalikan sesuatu, ingin memiliki kendali tertinggi, itulah yang membuat dosa masuk ke dalam dunia. Manusia itu paling ga suka diatur dan dikendalikan, kalo bisa kita ingin bebas meakukan apa yang kita mau, dan mengontrol segala situasi berjalan sesuai yang kita inginkan.

source : google images

Inilah yang menjadikan kita stres, cape dan lelah, tertekan dan bahkan depressed. Kabar baiknya, ketika kita ditebus dan menerima penebusan dari dosa melalui karya Salib Kristus, kita bukan hanya diberikan kemerdekaan, tetapi juga hati yang baru dan juga hidup yang baru. Hati yang baru yang menyadari dan menerima ada ALLAH yang memegang kendali atas hidup kita yang sudah ditebus dan menerima Anugerah keselamatan di dalam Yesus. Hati yang baru ini bersedia bahwa hidupnya dipegang oleh KRISTUS yang menjadi TUAN atas hidup kita.

Ketika kita menyadari dan memiliki hati yang baru ini, hidup diubahkan, maka barulah kita menjalani sebuah kehidupan yang berpengharapan. Inilah yang menjadi dasar dan alasan mengapa pada saat tertekan, stress kita memilih untuk berharap pada TUHAN.

Salah satu kitab yang paling saya sukai dalam Alkitab adalah kitab Mazmur, rasanya membaca Mazmur itu begitu melegakan karena nyata dan relate dengan kehidupan sehari-hari. Dalam Mazmur 42:6 tertulis demikian “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah!”

DAUD seakan berbicara pada dirinya sendiri, mengapa tertekan dan gelisah? Hei masih ada ALLAH, berharaplah pada ALLAH, jika kau tertekan, kegelisahan tidak membuatmu lega, justru makin runyam. Berharap pada ALLAH artinya menanti-nantikan ALLAH, berharap bukan dilakukan dengan pasif, berharap dilakukan dengan IMAN, iman yang menantikan TUHAN bekerja dengan kuasaNya, seturut kehendakNya. Berharap bukan berekspektasi mengira2 apa yang TUHAN akan kerjakan, berharap bukan menyuruh TUHAN, tetapi berserah pada apapun yang menjadi keputusan, perbuatan dan jawaban TUHAN itu pasti yang terbaik.

Kedua, Terus Bersyukur. Selain tetap berharap, kita perlu untuk terus menerus menaikkan syukur kepada TUHAN. Pada saat kita berharap, kita menantikan TUHAN dengan IMAN, IMAN yang AKTIF, IMAN yang HIDUP, iman yang bertindak. Tindakannya apa?

BERSYUKUR-BERNYANYI, karena apa? Karena ia Penolong dan Allahku.

Kata-kata ini sangat powerful, menunjukkan betapa besarnya PERAN ALLAH dalam hidup Daud, Daud memposisikan ALLAH sebagai penolong yang tanpanya Daud akan lenyap, lemah tak berdaya.
Daud memposisikan ALLAH sebagai ALLAH, bukan hanya ALLAH ISRAEL, tetapi ALLAHKU, ALLAHNYA DAUD. Menunjukkan kepunyaan, Kata “Ku” disini menyatakan kepemilikan, sebuah pengakuan yang berani untuk menghormati TUHAN, dan memimpin orang lain untuk mencari TUHAN dan meyakini keyakinan yang sama.

Keadaan memang tidak langsung berubah, tekanan tidak langsung lenyap, tetapi akan ada perubahan hati dan ketenangan jiwa, sehingga kita tidak akan kekurangan pokok pujian, roh kita akan menjadi kuat, dan tidak kekurangan hati untuk menaikkan pujian. Ini adalah kehormatan terbesar dan kebahagiaan yang nyata bagi kita, dimana saat dalam tekanan, pujian semakin keras dilantunkan, saat dalam tekanan, nyanyian syukur semakin keras disorakkan.

Mari, kita mempercayai Tuhan dan mempercayakan hidup dengan memberikan kendali kepada TUHAN. Apapun yang terjadi, tetap percaya kepadaNYA, karena percaya kepada manusia dan diri sendiri hanya merupakan rumus-formula-resep untuk jatuh dan gagal, tetapi percaya kepada TUHAN akan terus beregenerasi setiap hari dalam hati-pikiran dan hidup kita.

Tuhan sangat amat dapat dipercaya. Yuk, tetap tegar, tapi walau saat ini kamu lagi ambyar juga, ingat yaa masih ada harapan dalam TUHAN. :)

— Feel free untuk chat saya di DM Instagram @claudialois kalo kamu mau cerita-cerita :)

--

--

Claudia Angelina

Penyuka kopi yang suka nulis tentang relationship dan kehidupan 💕